Angklung adalah salah satu alat musik tradisional Indonesia yang telah mendunia. Alat musik ini berasal dari wilayah Jawa Barat dan memiliki sejarah panjang yang kaya dengan nilai budaya dan seni. Sebagai salah satu warisan budaya Nusantara, angklung tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia tetapi juga telah diakui dunia internasional sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO pada tahun 2010. Simak ulasan sejarah alat musik angklung di bawah ini!
Asal Usul dan Sejarah Angklung
Angklung memiliki sejarah yang panjang, yang dapat ditelusuri hingga masa kerajaan Sunda pada abad ke-7 hingga ke-16. Dalam catatan sejarah, angklung digunakan dalam berbagai upacara adat sebagai alat musik ritual untuk memohon kesuburan tanaman dan keberhasilan panen. Kata “angklung” sendiri berasal dari bahasa Sunda, yaitu “angkleung-angkleung” yang menggambarkan gerakan alat musik ini saat dimainkan.
Pada awalnya, angklung dibuat dari bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea) dan bambu apus (Gigantochloa apus). Proses pembuatannya membutuhkan keterampilan khusus untuk menghasilkan nada yang harmonis. Setiap tabung bambu dipotong dengan ukuran tertentu untuk menghasilkan nada yang berbeda.
Angklung juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Dalam tradisi Sunda, alat musik ini dianggap sebagai simbol kebersamaan dan keharmonisan. Setiap individu memainkan perannya masing-masing untuk menghasilkan harmoni, mencerminkan nilai gotong royong yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
Perkembangan Angklung di Era Modern
Seiring perkembangan zaman, angklung mengalami banyak transformasi baik dalam bentuk, fungsi, maupun penggunaannya. Pada awal abad ke-20, seorang seniman bernama Daeng Soetigna dari Jawa Barat memperkenalkan angklung diatonis. Inovasi ini memungkinkan angklung dimainkan bersama dengan alat musik modern lainnya dalam tangga nada internasional. Hal ini membuat angklung semakin populer dan diterima di berbagai negara.
Angklung kini tidak hanya digunakan dalam upacara adat, tetapi juga menjadi bagian dari pertunjukan seni, pendidikan, dan pariwisata. Banyak sekolah di Indonesia mengajarkan angklung sebagai bagian dari pelajaran seni budaya. Selain itu, berbagai festival musik internasional sering menampilkan angklung sebagai alat musik yang unik dan menarik.
Pengakuan Dunia Internasional
Pada 18 November 2010, angklung resmi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Manusia. Pengakuan ini menjadi bukti bahwa angklung adalah bagian penting dari budaya dunia yang harus dilestarikan. Sejak saat itu, berbagai upaya dilakukan untuk mempromosikan angklung ke seluruh dunia, termasuk melalui pementasan di berbagai acara internasional.
Salah satu contoh promosi angklung di tingkat global adalah pertunjukan “1000 Angklung” yang melibatkan ribuan peserta dari berbagai negara. Acara ini tidak hanya memperkenalkan angklung kepada masyarakat internasional tetapi juga mempererat hubungan antarbangsa melalui musik.
Upaya Pelestarian Angklung
Pelestarian angklung menjadi tanggung jawab bersama, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun individu. Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah, seperti menetapkan Hari Angklung Nasional dan mendukung pelatihan serta workshop untuk generasi muda.
Selain itu, komunitas-komunitas angklung di berbagai daerah turut berperan aktif dalam menjaga eksistensi alat musik ini. Mereka mengadakan konser, festival, dan pelatihan untuk memperkenalkan angklung kepada khalayak luas. Peran institusi pendidikan juga tidak kalah penting, dengan menjadikan angklung sebagai bagian dari kurikulum seni budaya.
Kesimpulan
Angklung adalah warisan budaya Nusantara yang telah melampaui batas-batas geografis dan budaya. Sejarah panjangnya sebagai alat musik tradisional yang sarat makna hingga pengakuannya di kancah internasional menunjukkan betapa berharganya angklung sebagai identitas budaya Indonesia. Melalui upaya pelestarian yang terus dilakukan, angklung tidak hanya menjadi warisan masa lalu tetapi juga inspirasi untuk masa depan.
